Konsep dasar ilmu pendidik, landasan ilmu pendidik, pedagogik
A. KONSEP DASAR DAN RASIONAL ILMU PENDIDIKAN
Berbicara tentang pendidikan tidak dapat terlepas dari pembahasan tentang manusia yang memiliki kedudukan sebagai subjek dalam pendidikan. Sebagai subjek pendidikan, manusia memiliki banyak definisi salah satunya dijelaskan oleh Notonagoro yang mendefinisikan manusia sebagai makhluk monopluralis sekaligus monodualis (Dwi Siswoyo, 2007: 46-47). Sebagai makhluk monopluralis berarti manusia itu mempunyai banyak unsur kodrat (plural) yaitu jiwa dan raga, namun merupakan satu kesatuan (mono). Di sisi lain, manusia juga sebagai makhluk monodualis yaitu makhluk yang terdiri dari dua sifat yaitu sebagai makhluk pribadi dan sosial (dualis), tetapi juga merupakan kesatuan yang utuh (mono).
Pendidikan diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa, agar orang tersebut mencapai kedewasaan (Winkel;2012). Dalam bahasa Yunani pendidikan juga dikenal dengan istilah“Paedagogiek” (pedagogik) yang artinya ilmu menuntun anak. Pedagogik juga berarti teori mendidik yang membahas apa dan bagaimana mendidik yang sebaik- baiknya. Carter V. Good (Syam dkk, 2003) menjelaskan istilah Pedagogy atau pendidikan dalam dua hal, yang pertama pendidikan adalah seni, praktek, atau profesi pengajaran. Kedua, pendidikan adalah ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode mengajar, pengawasan dan pembimbingan peserta didik. Kegiatan mendidik diartikan sebagai upaya membantu seseorang untuk menguasai aneka pengetahuan, ketrampilan, sikap, nilai yang diwarisi dari keluarga dan masyarakat (Arif Rohman, 2011:5). Mendidik juga bisa diartikan sebagai tindakan merealisasikan potensi seseorang yang dibawa sewaktu lahir. Pendidikan sendiri berlangsung melalui dan di dalam pergaulan, namun tidak semua pergaulan bersifat mendidik atau dapat dikatakan bersifat pedagogik. Pergaulan akan bersifat pedagogik apabila pendidik atau orang dewasa bertujuan memberikan pengaruh positif kepada seseorang dan pendidik juga memiliki wewenang terhadap orang tersebut.
Mengapa kompetensi pedagogik menjadi kompetensi yang penting dalam profesi sebagai pendidik? Hal tersebut dikarenakan kompetensi pedagogik merupakan kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan memilih berbagai tindakan yang paling baik untuk membantu perkembangan peserta didik. Kompetensi pedagogik akan menghindarkan seorang pendidik profesional melakukan kegiatan pembelajaran yang bersifat monoton dan bersifat demagogik, dan membuat peserta didik kehilangan minat serta daya serap dan konsentrasi belajarnya.
B. LANDASAN ILMU PENDIDIKAN
Pada bagian ini, Anda akan belajar mengenai macam-macam landasan konseptual ilmu pendidikan yang terdiri dari landasan filosofis, landasan empiris, yuridis, dan landasan religi.
1) LANDASAN FILOSOFIS
Landasan filosofis pendidikan adalah pandangan-pandangan yang bersumber dari filsafat pendidikan mengenai hakikat manusia, hakikat ilmu, nilai serta perilaku yang dinilai baik dan dijalankan setiap lembaga pendidikan. Filosofis artinya berdasarkan filsafat pendidikan (Umar & Sulo 2010: 97). Filsafat (philosophy) berasal dari kata philos dan shopia.Philos berarti cinta dan shopia berarti kebijaksanaan, pengetahuan dan hikmah dalam Rukiyati (2015: 1). Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi- konsepsi mengenai kehidupan dan dunia. Dalam pendidikan yang menjadi pokok utama adalah manusia, maka landasan filosofis pendidikan adalah untuk menjawab apa sebenarnya hakikat manusia. Berdasarkan sudut pandang pedagogik, sebagaimana dikemukakan oleh M.J Langeveld (1980) pendidikan berlangsung dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak atau orang yang belum dewasa dalam suatu lingkungan. Anakatau orang yang belum dewasa adalah sebagai sesuatu “kemungkinan” yang pada dasarnya baik. Menurut Langeveld dalam perjalanannya manusia bisa menjadi baik atau tidak baik, sehingga pendidikanlah yang memiliki andil untuk menjadikannya baik.
2) LANDASAN YURIDIS
Landasan yuridis pendidikan adalah aspek-aspek hukum yang mendasari dan melandasi penyelenggaraan pendidikan (Arif Rohman, 2013). Pendidikan tidak berlangsung dalam ruang hampa melainkan ada dalam lingkungan masyarakat tertentu dengan norma dan budaya yang melekat di dalamnya. Oleh karena itu, pendidikan melekat pada masyarakat, kemudian masyarakat tersebut menginginkan pendidikan yang sesuai dengan latar belakangnya. Supaya pendidikan tidak melenceng dari jalurnya maka perlu diatur dalam regulasi yang berlaku di masyarakat/negara. Sistem pendidikan di Indonesia diatur oleh Undang- Undang Dasar 1945 yang kemudian dijabarkan dalam peraturan-peraturan hukum lainnya seperti, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, ketetapan MPR. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan pelaksana lainnya seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lain. Aturan sistem pendidikan tersebut tetap didasarkan pada falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila.
3) LANDASAN EMPIRIS
a) Landasan Psikologis. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan, yang pemanfaatannya untuk kepentingan individu atau manusia baik disadari ataupun tidak, yang diperoleh melalui langkah-langkah ilmiah tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip- prinsip, metode, teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah dalam pendidikan (Santrock, 2017). Proses kegiatan pendidikan melibatkan kegiatan yang menyangkut interaksi kejiwaan antara pendidik dan peserta didik dalam suasana nilai- nilai budaya suatu masyarakat yang didasarkan pada nilia-nilai kemanusiaan. Pendidikan selalu melibatkan aspek- aspek yang tidak dipisahkan satu sama lain yaitu aspek kejiwaan, kebudayaan, kemasyarakatan, norma-norma, dan kemanusiaan.
b) Landasan Sosiologis. Landasan sosiologis bersumber pada norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa sehingga tercipta nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat (Robandi, 2005: 26). Di dalam masyarakat terdapat struktur sosial dan dalam struktur tersebut setiap inividu menduduki status dan peran tertentu. Sumantri dan Yatimah (2017) menjelaskan bahwa masyarakat dapat diidentifikasi melalui lima unsur yaitu: a) adanya sekumpulan manusia yang hidup bersama, b) melakukan interaksi sosial dalam waktu yang lama, c) saling bekerjasama, memiliki keturunan, dan berbagai macam kebutuhan, d) memiliki kesadaran sebagai suatu kesatuan atau unity, e) suatu sistem hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan sehingga masing- masing individu merasa terikat satu sama lain.
c) Landasan Historis. Landan historis pendidikan nasional di Indonesa tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman Kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan di Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.
4) LANDASAN RELIGI
Landasan religi adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan dan atau studi pendidikan (Hasubllah, 2008). Landasan religius ilmu pendidikan bertolak dari hakikat manusia yaitu (1) Manusia sebagai makhluk Tuhan YME; (2) Manusia sebagai kesatuan badan dan rohani; (3) Manusia sebagai makhluk individu, (4) Manusia sebagai makhluk sosial. Manusia adalah mahkluk Tuhan YME. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan konsekuensi fungsi dan tugas manusia sebagai khilafah dimuka bumi ini. Manusia adalah subjek yang memiliki kesadaran (consciousness) dan penyadaran diri (self-awarness). Oleh karena itu, manusia adalah subjek yang menyadari keberadaannya, ia mampu membedakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada di luar dirinya (objek). Selain itu, manusia bukan saja mampu berpikir tentang diri dan alam sekitarnya, tetapi sekaligus sadar tentang pemikirannya. Namun, sekalipun manusia menyadari perbedaannya dengan alam bahwa dalam konteks keseluruhan alam semesta manusia merupakan bagian daripadanya. Oleh sebab itu, selain mempertanyakan asal usul alam semesta tempat ia berada, manusia pun mempertanyakan asal-usul keberadaan dirinya sendiri.
C. PENERAPAN LANDASAN ILMU PENDIDIKAN DALAM PRAKTIK PENDIDIKAN
1) LANDASAN FILOSOFIS
Landasan filosofis pendidikan telah melahirkan berbagai aliran pendidikan yang muncul sebagai implikasi dari aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat. Berbagai macam aliran filsafat tersebut adalah idealisme, realisme, pragmatisme. Landasan filsafat pendidikan memberikan prespektif filosofis yang seyogyanya merupakan acuan yang dikenakan dalam menyikapi serta melaksanakan kegiatan pendidikan. Oleh karena itu landasan filsafat pendidikan dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi, atau displin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatanny akepada kerangka konseptual kependidikan. Hal ini untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri yang seimbang, baik dari aspek kognitif, psikomotorik dan afektif.
2) LANDASAN YURIDIS
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa. Landasan yuridis telah banyak memberikan kontribusi landasan dalam pelaksanaan praktik pendidikan di Indonesia, sebagai contoh adalah penerapan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Syarifudin, 2006). Pada pasal 33 UU tersebut mengatur mengenai bahasa pegantar pendidikan nasional Indonesia yaitu menggunakan Bahasa Indonesia, sedangkan bahasa asing digunakan untuk menunjang kemampuan bahasa asing peserta didik dan bahasa daerah digunakan dapat digunakan sebagai pengantar untuk mempermudah penyampaian pengetahuan. Pada pasal 39, 40, 41, 42, 43, dan 44 mengatur tentang pendidik dan tenaga kependidikan, misalnya pada pasal 42 menjelaskan bahwa pendidik harus mempunyai kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
3) LANDASAN EMPIRIS
a) Landasan Psikologis. Penerapan landasan psikologis dalam praktik pembelajaran, salah satunya dapat dilihat dari layanan pendidikan terhadap anakdibuat bertingkat berdasarkan perkembangan individu yang bertahap baik perkembangan biologis, kognitif, afektif maupun psikomotor, yang pada setiap perkemangannya setiap individu memiliki tugas-tugas yang harus diselesaikannya. Contoh riil dari hal tersebut adalah penyelanggaraan pendidikan di Indonesia yang berjenjang. Di Indonesia terdapat pendidikan untuk anak usia dini atau PAUD, pendidikan untuk usia di bawah 6 tahun yang dimanakan taman kanak-kanak atau TK, pendidikan sekolah dasar (SD/IT), sekolah menengah pertama (SMP/MTS), menengah atas (SMA/SMK/MA) dan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, merupakan program pendidikan yang dihasilkan berdasarkan perkembangan peserta didik yang beragam.
b) Landasan Sosiologis. Implikasi landasan sosiologis dalam praktik pendidikan dapat tercermin melalui adanya struktur sosial di berbagai lingkungan pendidikan atau tri pusat pendidikan. Implikasi landasan sosiologis di lingkungan keluarga tercermin dengan adanya praktik pola asuh yang turun temurun dalam keluarga. Contoh Orang tua rela berkorban membiayai pendidikan anak- anaknya agar status sosial anak meningkat. Implikasi landasan sosiologis di lingkungan sekolah terlihat melalui adanya badan kerja sama antara sekolah dengan tokoh-tokoh masyarakat, termasuk wakil-wakil orang tua siswa, contoh pembentukan komite sekolah, mengundang nara sumber ke sekolah dari tokoh- tokoh penting di masyarakat seperti ketua adat, atau ketua paguyuban. Di lingkungan masyarakat, implikasi landasan sosiologi tercermin dalam adanya proses interaksi antar individu maupun kelompok dan sosialisasi. Interkasi ini menghasilkan budaya, adat dan norma yang berlaku dalam masyarakat seperti norma susila dan asusila. Contoh riil implikasi sosiologi dalam pendidikan masyarakat di Indonesia adalah terdapat mata pelajaran bermuatan lokal (Mulok) di masing-masing daerah sebagai bentuk upaya melesetarikan budaya.
c) Landasan Historis. Salah satu implikasi landasan historis dalam pendidikan adalah lahirnya pancasila, sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa indonesia, Sehingga asal nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila tidak lain adalah jati diri bangsa indonesia yang berjuang menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup. Contoh implementasi Pancasila dalam praktik pendidikan Nasional Indonesia adalah Pancasila merupakan konten utama dari mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKN) di sekolah khususnya untuk jenjang pendidikan SMP yang mencakup dua hal yaitu pertama materi perihal status, kedudukan dan fungsi pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegera. Kedua materi perihal isi substansi yang terkandung dalam sila-sila pancasila. Selanjutnya contoh lainimplikasi landasan historis adalah adanya sembonyan “tut wuri handayani” yaitu semboyan dari Ki Hadjar Dewantara sebagaisalah satu peranan yang harus dilaksanakan oleh pendidik dan dijadikan semboyan pada logo Kementerian Pendidikan Nasional.
4) LANDASAN RELIGIUS
Landasan religius dalam bimbingan dan konselingmengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper” pemberi bantuanuntuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien atau peserta didik. Konselor semestinya menyadari bahwa memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien merupakan salah satu kegiatan yang bernilai ibadah. Agar bantuan layanan yang dilakukan itu bernilai ibadah harus didasarkan kepada keikhlasan dan kesabaran.
0 comments:
Posting Komentar