Pembelajaran Berbasis Neurosains

Posted by Akkuang Blog on 15 Agu 2020

Pembelajaran Neurosains, Neurosains, Fungsi Otak, Cara Otak Berfikir

Daftar Isi [Tampil]

 
Ilustrasi: Neurosains (Sumber: kabar24.bisnis.com)

A. Pengertian Neurosains, Kapasitas dan Fungsi Bagian Otak Manusia

Apa itu neurosains? Untuk apa pembelajaran perlu berbasis neurosains. Secara etimologi (asal kata) neurosains merupakan ilmu neural yang mempelajari sistem syaraf, terutama neuron (sel syaraf otak) dengan pendekatan multidisiplin (Pasiak, 2012); sedangkan secara terminologi (istilah), neurosains adalah bidang ilmu yang menggeluti pada kajian saintifik terhadap sistem syaraf, terutama syaraf otak. Neurosains merupakan penelitian tentang sistem saraf otak dan bagaimana otak berfikir (Schneider, 2011). Berangkat dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, neurosains merupakan ilmu yang mempelajari sistem syaraf otak dengan seluruh fungsinya, seperti bagaimana proses berfikir terjadi dalam otak manusia.

Menurut para Ahli, neurosains mempelajari syaraf manusia mulai dari ilmu pengetahuan tentang hubungan sistem saraf otak, perilaku, attitude, aktifitas dan kehidupan manusia dalam konteks lingkungan yang mempengaruhinya. Neurosain juga mengkaji tentang kesadaran dan kepekaan otak dari aspek biologi, aspek psikologis (seperti ingatan, persepsi), dan kaitannya dengan pembelajaran. Bagi neurosains, otak dengan sistem syarafnya merupakan bagian penting untuk proses pembelajaran manusia.

Tahukah Anda bahwa otak manusia memiliki potensi kecerdasan yang luar biasa besar. Menurut Ahli neurosain David Perlmutter, MD (Puji, 2019), Sel otak manusia selama masih dalam kandungan mengalami rata-rata pertumbuhan sekitar 250.000 sel otak per menit, dan saat dilahirkan memiliki sekitar seratus miliar (100.000.000.000) neuron. Setiap neuron mempunyai cabang hingga 10 ribu cabang dendrit, yang dapat membangun sejumlah satu kuadrilion koneksi komunikasi (Rakhmat, 2005).

Dengan potensi kecerdasan otak yang luar biasa tersebut mengapa sebagian besar kita hanya memiliki kecerdasan biasa-biasa saja? Menurut para Ahli neurosains, hal itu terjadi karena sebagian besar kita dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya hanya mampu membuat koneksi antar sel neuron sekitar 10 sampai 50 persen dari kapasitas optimum koneksi otak kita. Beberapa hasil penelitian bidang neurosains menunjukkan bahwa sejak dilahirkan, otak kita akan mulai kehilangan sel neuron yang tidak pernah digunakan. Penelitian yang lain menunjukkan bahwa, otak kita mulai memburuk sel neuronnya sejak usia 12 tahun (Jensen, 2008).

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kecerdasannya dapat dilakukan dengan merangsang meningkatnya koneksi antar sel neurons dalam otak. Adapun untuk meningkatkan dan menguatkan jumlah koneksi (sinapsis) antar sel neuron pada otak dapat dilakukan dengan cara memfasilitasinya dengan lingkungan yang kaya akan rangsangan belajar.

Otak kita terdiri dari beberapa bagian (wilayah) yang memiliki fungsi sendiri-sendiri. Mac Lean, 1990 (dalam Boediono) melalui teorinya yang dikenal dengan “Trune Brain” membagi wilayah otak manusia menjadi 3 bagian utama yang mengendalikan pikiran dan perilaku seseorang, yaitu daerah batang otak, limbik, dan korteks. Pengetahuan tentang bagian dan fungsi otak ini sangat penting dimiliki, jika ingin mengoptimalkan kualitas proses pembelajaran berbasis neurosains.
Gambar Batang Otak
Bagian pertama,
batang otak merupakan daerah otak yang berfungsi mengendalikan pertahanan seseorang ketika mendapatkan suatu ancaman, tekanan, kritikan, atau ketika diliputi rasa takut. Ketika seseorang tertekan, terancam, atau dalam kondisi merasa ada bahaya, daerah batang otak ini dapat bereaksi secara tiba-tiba dalam bentuk marah, mendebat, dorongan berkelahi, atau berlari. Kondisi saat otak berada pada posisi tertekan adalah kondisi yang tidak baik bagi seseorang untuk menerima pelajaran. Hal ini karena di saat seseorang tertekan, maka daerah batang otaklah yang lebih banyak mendominasi pikiran dan perilaku seseorang.

Gambar Sistem Limbik
Bagian kedua, sistem limbik terletak di bagian tengah atau inti dari otak. Sistem limbik terdiri dari hipokampus, talamus, hipotalamus, dan amigdala. Sistem limbik merupakan daerah otak yang berfungsi mengendalikan emosi seseorang. Oleh karena itu, daerah ini juga disebut juga sebagai pusat emosi.

Disamping itu, bagian ini juga bertanggung jawab pada atensi (perhatian), tidur, pengaturan bagian tubuh, hormon, seksualitas, penciuman, dan produksi kimiawi otak. Rasa sayang yang dimiliki seseorang muncul dari otak bagian limbik ini. Semua persepsi terhadap suatu objek juga masuk melalui bagian limbik ini. Pintu kemampuan berfikir tingkat tinggi seseorang akan terbuka disaat seseorang mendapatkan pengalaman yang menyenangkan, merasakan adanya kasih sayang, kebaikan hati, penghargaan, dan rasa peduli atau hubungan yang positif dari lingkungannya.

Gambar Korteks
Bagian ketiga,
korteks merupakan daerah otak yang berfungsi mengendalikan kemampuan berfikir atau bernalar seseorang. Bagian otak ini dikenal juga sebagai bagian “kerja sekolah” atau “topi berfikir”. berfikir secara logis, rasional dan analitis, melakukan perencanaan dan pengorganisasian, mengembangkan kemampuan berbicara dan berbahasa, mengarahkan pengelihatan dan pendengarannya, serta mengembangkan kreatifitasnya. Menurut Maclean (1990), otak seseorang akan mampu berfikir secara rasional, logis, kritis, dan kreatif saat sistem limbik dalam otak mendapatkan perlakuan yang menyenangkan dari lingkungannya.

Seiring dengan berkembangnya temuan-temuan dari hasil penelitian bidang neurosains, bagian-bagian otak kita dan fungsinya dapat dilihat secara lebih rinci pada tabel di bawah ini. 
 
Tabel: Fungsi-fungsi Pokok Bagian Otak

B. Cara Otak kita Berfikir

perlu diketahui bahwa dari segi prespektif neurosains, proses belajar adalah proses pembentukan hubungan-hubungan baru antar neuron- neuron. Saat seseorang belajar sesuatu, maka dalam otak kita akan terjadi pengaktifan dan pembentukan pola hubungan (jaringan) antar neuron. Belajar adalah proses membangun dan mengubah koneksi-koneksi dan jaringan-jaringan saraf (sinaptik). Belajar terjadi ketika sebuah axon (yang merupakan perluasan yang lebih kecil dan menyerupai kaki) bertemu dengan sebuah dendrit dari sel yang ada di sekitarnya. Rakhmat (2005) menjelaskan bahwa, Axon dan dendrit berkomunikasi dengan mengirimkan zat kimia yang dinamakan neurotransmitter, melalui sinapsis. Setiap neuron dimungkinkan mampu berkomunikasi melalui 100.000 sinapsis. Zat-zat kimia disebut secara teknis sebagai faktor penentu yang mengatur di mana dan bagaimana axon harus berhubungan serta membuat koneksi- koneksi. Saudara Mahasiswa, untuk lebih memahami bagaimana sel neuron dalam otak saling berkomunikasi.

Perlu diketahui bahwa setiap axon hanya terkoneksi dengan dendrit; dan dendrit tidak berkoneksi dengan sesama dendrit. Menurut Jansen (2008), dalam rangka membangun koneksi dengan ribuan sel lainnya, axon akan terus menerus membelah dirinya dan membuat percabangan keluar. Neuron berfungsi mengirimkan informasi/pengetahuan yang hanya mengalir satu arah. Axon-axon dari sel lain menstransmisikan informasi ke dendrit, dan oleh dendrit selanjutnya informasi tersebut dikirimkan ke dalam sel tubuhnya. Dari tubuh dendrit informasi bergerak keluar menuju axon yang akan mengkomunikasikannya kepada sel lain melalui cabang-cabang dendritnya.

Pengolahan informasi secara sadar memerlukan aktifitas tambahan di bagian otak lainnya. Apabila informasi yang masuk dianggap penting namun tidak dapat dihubungkan dengan hal lain, maka situasi ini membutuhkan terciptanya sebuah jaringan memori baru. Melalui perulangan penghadiran stimulus-stimulus atau informasi jaringan saraf akan diperkuat, sehingga respons saraf terjadi dengan cepat. Dari perspektif neurosains kognitif, aktifitas belajar melibatkan pembentukan dan penguatan koneksi jaringan saraf, yang berarti bahwa koneksi- koneksi tersebut terjadi makin otomatis dan dapat saling berkomunikasi dengan lebih baik.

Pembelajaran mengubah bagian tertentu otak yang terlibat dalam sebuah tugas, pengalaman merupakan hal yang penting dalam pembelajaran seseorang baik mental maupun lingkungan. Karena otak memberikan semacam struktur terhadap informasi-informasi yang masuk, maka peran struktur ini menjadi penting dalam memfasilitasi memori. Oleh karena itu, pembelajaran harus memiliki peran utama dalam membantu menyajikan struktur yang diharapkan bagi pembelajaran.

Dalam proses belajar, otak cenderung fokus pada input-input yang baru atau berbeda dengan yang diperkirakan. Faktor lainnya yang berpengaruh pada fokus otak adalah intensitas. Stimulus-stimulus yang bunyinya lebih keras, yang tampilannya lebih terang, atau m,encolok juga akan mendapatkan lebih banyak perhatian. Misalnya obyek menggunakan tampilan-tampilan visual yang terang dan baru akan cenderung lebih banyak mendapatkan perhatian otak.

C. Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Neurosains

Saudara Mahasiswa berdasarkan temuan para ahli neurosains, ada beberapa prinsip pembelajaran berbasis neurosains yang perlu diperhatikan agar pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1). Secara umum, memori jangka pendek otak kita berada pada kondisi terbaik untuk menyimpan informasi pada pagi hari dan paling tidak efektif pada sore hari, sebaliknya memori jangka panjang kita berada pada kondisi terbaik untuk menyimpan informasi pada sore hari. Itu artinya waktu pembelajaran terkait penyerapan informasi paling baik dilakukan di pagi hari, sedangkan waktu terbaik untuk pengulangan, pengolahan dan refleksi informasi paling baik dilakukan di waktu sore hari. Peserta didik akan dapat mengingat dengan lebih baik materi yang berkaitan dengan semantik seperti nama, tempat, tanggal, dan fakta di pagi hari, dan akan lebih baik menyerap materi yang bersifat pemaknaan mendalam di sore hari.

2). Otak kita memiliki siklus bio-kognitif terkait perhatian yang naik turun setiap 90 menit. Dalam 24 jam otak kita memiliki siklus naik turun perhatiannya sebanyak 16 kali. Itu artinya jika kita temukan sebagian peserta didik kita yang terus menerus mengantuk di dalam kelas, bisa jadi mereka sedang berada pada titik terendah siklus perhatian mereka. Jika itu terjadi, langkah terbaik yang perlu dilakukan adalah mengajak peserta didik untuk melakukan gerakan-gerakan peregangan dan gerak badan untuk membantu memfokuskan kembali perhatian mereka. Pembelajaran akan membantu otak untuk tetap mempertahankan perhatiannya jika peserta didik setiap sembilan puluh menit diberi kesempatan untuk melakukan gerakan meregangkan atau relaksasi tubuh dengan tenang sekitar sepuluh menit.

3). Pembelajaran akan lebih optimal, apabila mampu mengembangkan kedua belahan otak kanan dan kiri secara seimbang. Otak kanan lebih bersifat intuitif, acak, divergen (banyak alternatif pemikiran), dan tidak teratur. Sedang otak kiri cenderung bersifat linier, teratur, dan divergen (satu alternatif pemikiran). Otak kiri menyerap informasi berupa kata-kata dan bahasa, sedangkan otak kanan menyerap informasi dengan gambar, warna, dan musik (Dryden, 2001). Itu artinya informasi yang disampaikan dalam paduan kata dan gambar serta diiringi musik akan lebih cepat terserap dan tersimpan dalam otak peserta didik, ketimbang hanya lewat kata-kata saja.

4). Belahan otak kanan dan kiri kita mengalami siklus efisiensi secara bergantian setiap sembilan puluh sampai seratus menit, dari spasial tinggi- verbal rendah-verbal tinggi-spasial rendah. Dengan kata lain, dominasi otak kita berpindah secara bergantian dari kanan ke kiri dari kiri ke kanan enam belas kali sehari. Yang perlu Saudara Mahasiswa sadari adalah bahwa periode pergantian otak kanan dan kiri antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya, antara Saudara Mahasiswa sebagai guru dengan peserta didik bisa tidak sama. Implikasinya, (1) peserta didik perlu diberikan kesempatan untuk melakukan gerakan pelenturan sepanjang pusat lateral tubuh dan berjemur di bawah sinar matahari di pagi hari, sehingga kedua bagian belahan otak kanan dan kiri dapat terstimulasi dengan baik untuk berfikir; (2) pembelajaran sebaiknya menggunakan bentuk aktivitas yang bervariasi dan setiap anak diberikan kesempatan memilih bentuk aktivitas tersebut sesuai siklus bio-kognitif dan gaya belajar mereka; (3) anak didik perlu diberikan pilihan waktu untuk penilaian berbeda satu dengan yang lainnya guna mendapatkan akurasi hasil pengukuran; (4) peserta didik perlu diajari untuk memodifikasi ritme dengan memvariasikan waktu tidur, olah raga, makan, dan pemaparan sinar matahari.

5). Pembelajaran mencapai hasil terbaik apabila difokuskan pada pembahasan materi, dipecah kegiatan lain seperti kerja kelompok, kemudian difokuskan kembali pada pembahasan materi. Pembelajaran terfokus secara terus menerus akan menjadi semakin tidak efisien. Sebaliknya, meminta peserta didik hanya mengerjakan tugas sepanjang waktu pembelajaran bertentangan dengan cara otak belajar secara alamiah, baik secara biologis maupun edukatif.

6). Pembelajaran akan menarik perhatian otak, jika memperhatikan perubahan gerakan, cahaya, kekontrasan, dan warna. Contohnya ketika guru sedang menjelaskan materi, perhatian peserta didik akan tetap fokus ketika guru bergerak secara simultan dari kelompok yang satu ke kelompok lainnya, bergerak mendekat ke arah peserta didik kemudian menuju papan tulis. Perubahan cahaya dapat dilakukan guru dengan mematikan lampu sesaat, ketika peserta didik diminta melakukan intropeksi diri. Guru dapat menggunakan media yang berwarna dan kontras untuk mempertahankan perhatian peserta didik dan memastikan peserta didik memperoleh persepsi yang benar.

7). Proses pembelajaran agar optimal perlu memperhatikan beberapa faktor lingkungan, diantaranya yaitu: suhu ruangan, pilihan warna kelas, desain warna tampilan media, pengaturan ruang kelas termasuk setting tempat duduk, pencahayaan, tanaman, musik, aroma, perbandingan luas ruangan dengan jumlah peserta didik, ketersediaan air minum, dan media pembelajaran.

8). Proses pembelajaran akan lebih optimal jika peserta didik memperoleh asupan gizi dan nutrisi yang cukup, sehingga anak memiliki hemoglobin dalam darah (HB) yang tinggi. Semakin tinggi HB anak, akan semakin baik anak untuk berkonsentrasi. Menurut kesehatan, HB standar yang disarankan dimiliki anak adalah berkisar 11 - 12. Untuk menjamin peserta didik tercukupi gizi dan nutrisinya, sekolah bisa membuat program makan di sekolah dengan makanan alami yang memiliki protein dan serat yang baik, sayuran dan buah-buahan segar, serta program pemeriksaan Hemoglobin (HB) anak secara rutin setiap bulan bekerjasama dengan intansi kesehatan terdekat.

9). Emosi memicu perubahan zat kimiawi dalam tubuh yang dapat mengubah suasana hati dan perilaku peserta didik. Kondisi emosi yang positif peserta didik sama pentingnya dengan konten kognitif dari materi pelajaran yang disampaikan. Hal ini karena emosi positif akan memberikan kesempatan pada otak untuk menciptakan peta perseptual yang lebih baik. Untuk itu, tingkatkan kondisi emosional positif peserta didik dengan kegiatan- kegiatan yang menyenangkan, permainan, humor, pemberian motivasi, dan perhatian personal.

D. Tahap-tahap Pembelajaran Berbasis Neurosains

Anda mungkin bertanya-tanya, apa hakekat pembelajaran neurosains dan bagaimana tahap-tahap melaksanakan pembelajaran tersebut? pembelajaran berbasis neurosains pada dasarnya adalah pengembangan jaring-jaring neuron yang berorientasi pada tujuan. Mengapa kita perlu mengembangkan jaring-jaring neuron? Hal ini karena neuron tunggal itu tidak pintar, tetapi kelompok-kelompok neuron yang secara bersama-sama dinyalakan itulah yang pintar. Dalam kontek neurosains, pembelajaran akan semakin berhasil jika mampu lebih banyak menyalakan kelompok-kelompok neuron secara bersama-sama. Semakin lebat jaringan neuron yang terbentuk dan dinyalakan, semakin berhasil anak mempelajari materi pelajaran.

Menurut Jensen (2008) pembelajaran berbasis neurosains dapat dilaksanakan menggunakan lima tahap pembelajaran yaitu: (1) persiapan, (2) akuisisi, (3) elaborasi (koreksi kesalahan & pendalaman), (4) formasi memori (pembelajaran menggabungkan sandi), dan (5) integrasi fungsional (penggunaan yang diperluas). Dari kelima tahapan tersebut, terdapat tiga tahap yang paling penting, yaitu akuisisi, elaborasi, dan formasi.

Sebelum melaksanakan 5 tahapan pembelajaran di atas, sebaiknya melakukan kegiatan pra-pembelajaran terlebih dahulu, agar pembelajaran dapat berjalan secara lebih optimal. Kegiatan pra- pembelajaran yang perlu dilakukan antara lain, yaitu: Pajanglah ulasan tentang topik baru disertai peta konsep pada papan kelas. Sebelum pembelajaran dimulai ajarilah keterampilan belajar untuk belajar dan strategi memori (misalnya cara membuat catatan menggunakan peta pikiran). Doronglah anak mendapat asupan nutrisi yang baik, termasuk menyediakan air minum yang banyak di kelas. Ciptakanlah setting penataan lingkungan kelas yang menarik. Buatlah peserta didik menetapkan target sasaran pembelajaran untuk setiap topik bahasan. Pajanglah berbagai afirmasi positif di lingkungan kelas. Rencanakan pemanasan anggota badan seperti gerakan peregangan anggota badan setiap jam untuk membangunkan otak. Bangunlah hubungan yang positif dengan para peserta didik, sehingga peserta didik tidak merasa takut menyampaikan gagasannya.

Tahap pertama yaitu tahap persiapan.
Tahap ini merupakan tahap pemberian kerangka kerja bagi pembelajaran baru dan mempersiapkan otak peserta didik dengan koneksi-koneksi yang memungkinkan. Kegiatan belajar dilakukan pada tahap ini diantaranya yaitu; membuat peserta didik tertarik dan senang dengan proses kegiatan belajar yang akan dilakukan, melakukan presentasi visual garis besar keseluruhan materi pelajaran yang akan dipelajari, dan menjelaskan kaitan topik materi yang akan dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Menjelaskan manfaat dan pentingnya topik yang dipelajari. Tujuannya adalah untuk memperkaya latar belakang pengalaman peserta didik terkait materi pelajaran yang akan dipelajari. Semakin kaya latar belakang pengalaman peserta didik terkait informasi pengetahuan yang akan dipelajari, semakin cepat mereka menyerap informasi baru yang dipelajari. Untuk memperkaya latar belakang pengalamannya, para peserta didik dapat diberikan tugas membaca di rumah terlebih dahulu terkait materi yang akan dipelajari. Dalam proses pembelajaran di kelas, kegiatan persiapan bisa dimulai dengan kegiatan eksplorasi oleh peserta didik, diantaranya melalui tanyangan video, kunjungan ke museum, membaca buku di perpustakaan, atau menonton tanyangan TV edukasi yang relevan dengan materi yang akan dipelajari. Kegiatan ini bisa dilakukan setelah peserta didik menyimak penjelasan guru terkait garis besar keseluruhan materi yang akan dipelajari.

Tahap kedua adalah akuisisi.
Akuisisi dapat dilakukan melalui pembelajaran langsung & tidak langsung. Secara neurologis, akuisisi adalah proses memformulasikan koneksi sinaptik baru antar neuron melalui axon dan dendrit yang terdapat pada setiap neuron. Dengan kata lain, tahap akuisisi adalah tahap penciptaan koneksi dimana neuron-neuron dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Koneksi antar neuron akan terbentuk ketika pengalaman belajar yang dialami peserta didik bersifat baru dan koheren (berhubungan) dengan materi yang pernah dipelajari. Koneksi yang terjadi dari pengalaman baru dan koheren merupakan koneksi yang lemah. Koneksi yang kuat (koneksi yang menghasilkan hasil belajar) akan terjadi jika input pengalaman belajar peserta didik merupakan input yang sudah dikenali (input pengetahuan yang diterima pernah dipelajari peserta didik sebelumnya).

Proses belajar dalam otak dimulai dari penerimaan input sensori (informasi masuk melalui panca indera). Input sensori yang telah masuk dan telah dipahami peserta didik, kadang kala setelah berlangsung beberapa saat bisa jadi akan dilupakan oleh otak mereka dikarenakan koneksi neuron yang terbangun cukup lemah dan cepat memburuk. Melemah dan memburuknya koneksi neuron bisa terjadi karena ketiadaan dorongan pada input yang tidak dikenali. Input pengetahuan baru akan dikenali jika input tersebut mengalami pengulangan dalam proses belajar peserta didik. Oleh karena itu, belajar bukanlah sebuah peristiwa tunggal yang hanya diperoleh oleh peserta didik melalui penyampaian materi oleh guru; tetapi belajar adalah sebuah proses penguatan koneksi sepanjang waktu melalui beragam aktivitas belajar.

Pada tahap akuisisi ini penguatan koneksi antar neuron pada otak peserta didik dapat dilakukan melalui kegiatan pembelajaran yang bervariasi diantaranya melalui kegiatan diskusi, pembelajaran dengan memanfaatkan media visual, stimulasi lingkungan, pengalaman praktis seperti percobaan (eksperimen), simulasi, kegiatan manipulatif, video refleksi, proyek- proyek kelompok, dan aktivitas berpasangan. Dengan kata lain, bagilah peserta didik menjadi beberapa kelompok diskusi untuk mengerjakan suatu proyek, melakukan eksperimen, simulasi, atau studi kasus. Namun yang perlu diingat, keberhasilan tahap akuisisi ini dalam memperkuat koneksi antar neuron sangat tergantung pada pengetahuan peserta didik sebelumnya terkait materi yang dipelajari.

Hal penting yang perlu diperhatikan adalah otak tidak begitu baik dalam menyerap potongan-potongan informasi semantik (faktual) yang tak terhitung jumlahnya. Yang lebih dapat memberi makan otak yaitu pemaparan bermakna terhadap model-model, pola dan pengalaman belajar yang lebih kaya. Melalui pengalaman belajar yang lebih kaya atau bervariasi, otak para peserta didik akan menyarikan untuk dirinya sendiri informasi yang menurutnya penting. Memberikan waktu yang lebih banyak bagi peserta didik untuk bekerja dan berbicara dalam proses pembelajaran akan lebih bermakna bagi otak peserta didik ketimbang lebih banyak duduk dan mendengarkan pemaparan guru.

Tahap ketiga adalah elaborasi.
Tahap elaborasi merupakan tahap untuk memastikan bahwa apa yang dikuasai peserta didik adalah ilmu yang benar dan akurat. Dengan kata lain, tahap elaborasi merupakan tahap koreksi kesalahan dan pendalaman. Tahap elaborasi dapat dilakukan melalui kegiatan eksplorasi interkoneksi dari topik-topik yang dipelajari dan mendorong terjadinya pemahaman lebih mendalam. Melalui elaborasi otak diberikan kesempatan untuk menyortir, menyelidiki, menganalisis, menguji, dan memperdalam pembelajaran. Proses elaborasi merupakan tahap yang memastikan para peserta didik tidak hanya sekedar mengulang informasi pengetahuan dari fakta-fakta secara mekanik, tetapi juga membangun jalur neural yang kompleks dalam otak mereka, sehingga dapat menghubungkan materi-materi dengan cara yang bermakna. Tahap ini juga merupakan tahap untuk memastikan bahwa otak tetap menjaga koneksi sinaptik yang diciptakan dari pembelajaran baru. Hal ini karena terdapat celah yang cukup besar antara apa yang dijelaskan oleh guru dengan apa yang dipahami oleh peserta didik. Untuk mengurangi celah ini, guru perlu melibatkan peserta didik dalam pemahaman yang lebih mendalam dan umpan balik. Jika kegiatan sebelumnya berupa simulasi, berikanlah sesi tanya jawab terbuka tentang kegiatan simulasi yang telah dilakukan. Jika kegiatan sebelumnya berupa proyek kelompok atau eksperimen, mintalah setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil proyek atau eksperimennya, dan mintalah kelompok lain untuk mengomentarinya. Lakukanlah umpan balik, koreksilah hasil diskusi mereka jika terjadi miskonsepsi (kesalahan konsep), dan tegaskanlah pemahaman mereka melalui presentasi visual yang menarik atau pemutaran video, dan lain sebagainya. Setelah sesi tanya jawab terbuka atau diskusi panel kelas selesai, mintalah peserta didik untuk membuat peta konsep (peta pikiran) atau menyusun soal pertanyaan terkait materi yang telah dipelajari.

Tahap keempat yaitu tahap formasi memori. Tahap ini dapat disebut sebagai tahap pembelajaran yang merekatkan ikatan koneksi neuron lebih kuat. Kegiatan pembelajaran berupaya memastikan apa yang dipelajari hari senin masih tetap ada pada hari selasa. Untuk dapat merekatkan ikatan koneksi yang lebih kuat, maka perlu disediakan waktu khusus untuk perenungan peserta didik tanpa bimbingan terkait materi yang dipelajari. Sediakan peserta didik area untuk mendengarkan musik. Ajaklah peserta didik untuk melakukan peregangan dan latihan relaksasi. Dengan kata lain, berikan waktu sejenak agar peserta didik dapat melakukan gerakan peregangan otot dan relaksasi. Saudara mahasiswa, mengapa peregangan otot dan relaksasi penting dilakukan? Hal ini karena pengolahan pesan pada otak peserta didik akan lebih optimal jika otak siswa dalam kondisi rileks dan tenang (nyaman). Perlu Anda ingat kembali, sebagaimana pernah dijelaskan di awal kegiatan belajar, bahwa kondisi di saat otak tegang (tertekan) adalah kondisi yang tidak baik bagi otak untuk menerima dan merefleksikan materi pelajaran yang telah dipelajari. Oleh karena, peregangan otot dan relaksasi menjadi bagian yang sangat penting dalam tahapan pembelajaran berbasis neurosains.

Istirahat (waktu tidur) adalah sangat penting (diperlukan) bagi perolehan belajar peserta didik, karena istirahat merupakan waktu untuk konsolidasi banyak informasi yang diperoleh peserta didik. Emosi yang intens (kuat) juga akan memperkuat perolehan belajar peserta didik, karena respon-respon emosional memicu pelepasan neurotransmiter ke dalam celah sinapsis, yang mempengaruhi reaksi sinapsis berkembang secara efisien, dimana secara biologis pelepasan tersebut menunjukkan sebuah peristiwa yang urgen. Nutrisi berperanan penting dalam pembangunan koneksi antar neuron, karena makanan memberikan bahan baku yang dibutuhkan otak untuk menghasilkan semua “proses kimiawi memori” yang penting bagi ingatan peserta didik.

Dan tahap kelima yaitu tahap integrasi fungsional. Integrasi fungsional adalah upaya untuk memperkuat dan memperluas materi pembelajaran. Upaya dapat dilakukan dengan menerapkan metode pembelajaran secara bervariasi. Kondisikan para peserta didik untuk bisa menyampaikan apa yang telah dipelajari kepada temannya. Misalnya mempresentasikan peta konsep yang telah mereka buat pada tahap sebelumnya. Kondisikan agar para peserta didik saling bertanya dan mengevaluasi satu sama lain. Setelah itu, mintalah para peserta didik menulis sebuah essay atau artikel terkait apa yang telah mereka pelajari. Variasi metode pembelajaran lainnya dapat dilakukan dengan cara memberikan kuis kepada peserta didik secara verbal atau secara tertulis.

perlu diingat kembali bahwa otak akan mampu bekerja secara lebih optimal dalam kondisi pembelajaran yang menyenangkan dan penuh penghargaan. Untuk itu, tutuplah semua tahapan pembelajaran di atas dengan sebuah perayaan kelas (perayaan keberhasilan belajar peserta didik). Adanya perayaan kelas merupakan bentuk penghargaan atas usaha keras yang telah para peserta didik lakukan dalam proses pembelajaran. Perayaan yang paling sederhana dapat dilakukan dengan tos lima jari kepada peserta didik, atau mengucapkan yel- yel keberhasilan belajar peserta didik secara bersama-sama.

 E. Referensi

Aisyah, Siti (2012). Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Tangerang: Universitas Terbuka.

Budiono, Susilowati (Tanpa Tahun) Program Pembelajaran PAUD. Diakses dari https://www.slideshare.net/susilowatiboediono/bermain-dan-anak pada tanggal 21 September 2019

Buzan, Tony. (2005). Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Dahar, R.W. (1988). Teori-Teori Belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Harun, Jamaluddin. (2003). Teori Pembelajaran serta Kesannya dalam Reka Bentuk Aplikasi Multimedia Pendidikan. Diakses dari https://b.domaindlx.com/infodata/pdf/mdp.pdf pada tanggal 20 September 2019

Gunawan, Adi W., 2006. Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Jensen, Eric. (2008). Brain Based Learning. Pembelajaran berbasis Kemampuan Otak. Cara Baru dalam Pengajaran dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Puji, Aprinda (2019), Tahapan Perkembangan Manusia dari Bayi hingga Lansia.

Diakses dari https://hellosehat.com/hidup-sehat/tahapan-perkembangan- otak-manusia/ pada tanggal 21 September 2019

Rakhmat, Jalaluddin. (2005). Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak. Bandung: MLC.

Rianawaty, Ida. (2011). Teori Neurosains. Diakses dari http://idarianawaty.blogspot.com/2011/02/teori-neurosains.html pada tanggal 20 September 2019

Schunk, Dale H. (2012). Learning Theories An Educational Perspective (Sixth Edition). Pearson Education, Inc.

Pasiak, Taufiq (2003); Revolusi IQ /EQ /SQ: Antara Neurosains dan AlQuran; PT.Mizan Pustaka, Bandung.

Wade, Carole & Carol Tavris. (2008). Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Winarno, EM. (1994). Belajar Motorik. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP Malang.

Previous
« Prev Post

Related Posts

22.24

0 comments:

Posting Komentar