Biografi Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional

Posted by Akkuang Blog on 27 Okt 2022

Daftar Isi [Tampil]

Ki Hajar Dewantara dilahirkan pada hari kamis legi, 2 Ramadhan 1309 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1889. Karena keluarga besar beliau merupakan keturunan pangeran Kadipaten Puro Pakualaman yang notabenenya adalah seorang ningrat, maka nama lengkapnya menjadi Raden Mas Soewardi Soejaningrat.



Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Soewardi kecil mendapatkan pendidikan  pesantren di Kalasan asuhan Kyai Haji Soleman Abdurrohman. Setelah ayah Soewardi merasa bahwa ilmu agama yang diperoleh anaknya dari pondok pesantren sudah cukup, maka, ayah Soewardi memutuskan untuk memasukkan Soewardi ke sekolah Govermen Belanda, yakni ELS (Eropessche Lagere School) yang berada di kampung Bintaran dekat dengan kadipaten tempat tinggal Soewardi.


Setelah lulus dari ELS, ayah Soewardi menginginkan Soewardi melanjutkan sekolah ke OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren) yang merupakan sekolah bagi calon pegawai Govermen Belanda. Namun, Soewardi lebih memilih untuk melanjutkan sekolah ke Kweekschool, yang merupakan sekolah bagi calon guru. Karena Soewardi sudah merasakan adanya kesenjangan pendidikan antara anak-anak Belanda, anak bangsawan dan rakyat jelata.


Dalam perjalananya, Soewardi bertemu dengan dr. Wahidin Soedirohoesodo yang menawarkan pendidikan dokter bagi anak-anak bangsawan. Mendengar pemaparan dr. Wahidin bahwa rakyat kekurangan tenaga medis, maka Soewardi memutuskan untuk meninggalkan sekolah Kweekschool  dan memilih melanjutkan sekolah di STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) yang terletak di Batavia.


Di STOVIA, Soewardi bertemu dengan anak-anak bangsawan lain dari berbagai daerah yang ternyata memiliki visi perjuangan yang sama dengannya. Sehingga, kegiatannya di sekolah tidak hanya diisi dengan belajar mata pelajaran sekolah saja melainkan diisi dengan diskusi-diskusi kebangsaan.  Akhirnya, melalui pelajar yang belajar di STOVIA inilah, pada tahun 1908 lahirlah organisasi Boedi Oetomo. Boedi Oetomo berupaya menjadi wadah aspirasi bagi pemuda inlander, terutama melalui dunia jurnalistik. Kegiatan yang cukup padat, baik di sekolah maupun di Boedi Oetomo akhirnya membuat kondisi kesehatan Soewardi semakin menurun. Kondisi tersebut cukup mempengaruhi kualitasnya sebagai seorang pelajar. Sehingga, tanpa disangka, pada saat pengumuman kenaikan kelas ke kelas lima ternyata Soewardi dinyatakan tidak naik kelas karena nilainya terlalu jelek.


Perasaan kecewa yang teramat dalam menggelayuti pikiran Soewardi ketika itu, namun karena dukungan keluarga dan teman-teman, Soewardi berupaya bangkit dan menerima kenyataan. Pada tahun 1910, Soewardi mendapatkan tawaran pekerjaan sebagai ahli kimia di Laboratorium Pabrik Gula Kalibogor. Namun, pada tahun 1911, Soewardi menyatakan mengundurkan diri dari pekerjaannya karena ia tidak sanggup melihat rakyat yang bekerja dipelakukan secara kasar. Di saat yang sama, Boedi Oetomo sedang berupaya menetapkan tujuan. Soewardi mendapatkan ajakan untuk bergabung dengan organisasi Sarekat Dagang Islam, yang merupakan organisasi perjuangan yang bergerak di bidang politik dan agama. Pada organisasi terssebut, Soewardi menjadi penulis yang aktif menulis di berbagai media masa. Mulai dari sanalah kemudian Soewardi mengenal berkenalan dengan organisasi lainnya.


Pada tahun 1913 Soewardi menikah dengan Raden Ayu Soetartinah, yang juga merupakan kerabat dari ayah Soewardi. Beberapa hari setelah pernikahan, Soewardi ditangkap oleh polisi Belanda karena dianggap memberikan dukungan pada rakyat melalui tulisan-tulisannya. Akhirnya, sebagai hukumannya Soewardi diasingkan dan ia memilih untuk diasingkan ke Belanda. Di Belanda kehidupan Soewardi dan Soetartinah sangat terkatung-katung. Namun, di Belanda justru Soewardi didekatkan kembali dengan cita-cita masa lalunya untuk menjadi seorang guru. Soewardi berteman baik dengan Mr. John Dewey, Mr. Rabindranat Tagore, Mr.J.J. Rousseau, dr. Maria Montessori, Mr. Kerschensteiner dan Mr. Frobel. Soewardi sangat kagum pada metode Frobel yang menerapkan pendidikan dengan menyanyi dan bermain. Kemudian, metode dr.Maria yang menerapkan metode pendidikan dengan menitik beratkan pada panca indra.



Profesi Ki Hajar Dewantara

Profesi yang digeluti oleh Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) adalah dunia jurnalisme yang berkiprah di beberapa surat kabar dan majalah pada waktu itu: Sediotomo, de Express, Oetoesan Hindia, Midden Java, Tjahaja Timoer, Kaoem Moeda, dan Poesara yang melontarkan kritik sosial-politik kaum bumiputera kepada penjajah.


Tulisannya komunikatif, mengena, dan tegas. Jiwanya sebagai pendidik tertanam dan direalisasikan dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1992 dengan tujuan mendidik masyarakat bumiputera.


Pada waktu itu, Ki Hajar Dewantara termasuk penulis terkenal. Tulisannya yang tajam dan patriotik membuatnya mampu membangkitkan semangat anti kolonial bagi pembacanya.


Selain sebagai wartawan, ia juga aktif di berbagai organisasi sosial dan politik. Ketika tahun 1908, Ki Hajar Dewantara aktif di seksi propaganda organisasi Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan memebangkitkan kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara.



Mendirikan Inische Partij

Bersama dengan Danudirdja Setyabudhi atau yang dikenal dengan Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo, Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme di Indonesia) pada 25 Desember 1912 dengan tujuan untuk kemerdekaan Indonesia, kemudian ditolak oleh Belanda karena dianggap dapat menumbuhkan rasa nasionalisme rakyat.


Setelah pendaftaran status badan hukum Indische Partij ditolak, Ki Hajar Dewantara ikut membentuk Komite Boemipoetra pada November 1913. Komite ini sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa.


Komite Boemipoetra melancarkan kritik kepada pemerintah kolonial Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.


Berhubungan dengan rencana perayaan tersebut, Ki Hajar Dewantara mengkritik melalui tulisannya yang berjudul Een voor Allen maar Ook Allen voor Een yang artinya (Satu untuk semua, tetapi semua untuk satu juga) dan Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda).


Akibat dari tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda”, pemerintah kolonial Belanda menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukum interning (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk ia bertempat tinggal. Ki Hajar Dewantara akhirnya dihukum buang di Pulang Bangka.



Pendiri Taman Siswa

Lama berkiprah di dunia tulis menulis di organisasi, Soewardi memutuskan untuk kembali memfokuskan dirinya pada dunia pendidikan. Karirnya sebagai seorang pendidik, diawali dengan menjadi guru di sekolah Adhi Darmo yang didirikan kakaknya Raden Mas Soerjopranoto. Setelah satu tahun Soewardi menjadi guru, munculah ide gagasannya untuk mendirikan sekolah sendiri. Akhirnya, pada 3 Juli 1922, Soewardi memutuskan untuk mendirikan sekolah baru yang Ia beri nama National Onderwijs Instituut Tamansiswa”. Sekolah yang didirikannya tersebut, merupakan bentuk protesnya terhadap sekolah yang didirikan oleh kolonial Belanda yang sebenarnya tidak sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, filosofi dan seluruh aktivitas di Tamansiswa dilandasi oleh kebudayaan bangsa Indonesia, agar anak-anak Inlander dapat menjadi seorang intelektual yang berbudi pekerti serta mencintai tanah airnya.


Pada 1932, pemerintah Belanda menyita semua barang-barang yang ada di Tamansiswa, karena Tamansiswa tidak membayar pajak pada pemerintah Belanda. Barang-barang yang disita tersebut kemudian dilelang ke bangsawan-bangsawan hingga membuat hati Soewardi merasa sangat marah sekaligus sedih. Namun, diluar dugaannya ternyata bangsawan-bangsawan tersebut memberikan barang-barang yang telah dilelang tersebut untuk Tamansiswa kembali. Setelah pendirian Tamansiswa tersebut, Soewardi mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara pada 23 Februari 1928.



Menjadi Menteri Pendidikan Pertama di Indonesia

Setelah Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara menjadi Menteri Pengajaran Indonesia yang pertama. Dia bahkan mendapat gelar kehormatan dari Universitas Gajah Mada atas semua jasanya dalam merintis pendidikan umum.


Bila teliti mencermati biografi Ki Hajar Dewantara, sosok cerdas ini juga merupakan deretan pahlawan nasional yang paling awal ditetapkan oleh Presiden pertama RI, Sukarno. Ki Hajar Dewantara adalah pahlawan nasional ke-2 yang dikukuhkan Presiden Sukarno pada 28 November 1959 lewat Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959.


Ketika menjalani pengasingan di Belanda, Ki Hajar Dewantara sempat mendapat Europeeche Akta atau ijazah dalam bidang pendidikan. Ini menjadi bekal Ki Hajar Dewantara memulai institusi pendidikan yang didirikannya dan juga mempengaruhinya mengembangkan aturan pendidikan.



Wafatnya Ki Hajar Dewantara

Selama berjalannya waktu, Tamansiswa semakin berkembang. Ki Hadjar Dewantara pun dikenal dengan pelopor pendidikan Indonesia. Hal tersebut membawanya pada jabatan sebagai Menteri Pengadjaran pada awal kemerdekaan dan juga anggota DPR pada pemerintahan RIS pada 1949 menjelang 1950 (Republik Indonesia Serikat). Namun pada tahun 1950, Ki Hadjar memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai anggota DPR dan memilih mengurus Tamansiswa. Selama mengurus Tamansiswa, Ki Hadjar tidak berpangku tangan, Ia pun masih aktif menulis di berbagai media masa untuk menuangkan pemikirannya, diantaranya mengenai Tri Pusat Pendidikan yang diusungnya pada Taman Siswa maupun mengenai pendidikan bagi kaum perempuan. Kegiatan-kegiatan tersebutlah yang mengisi hari-hari Ki Hadjar, hingga beliau wafat pada 26 April 1959



Kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional

Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani yang menjadi slogan Kementerian Pendidikan.


Namanya juga diabadikan sebagai salah satu kapal perang di Indonesia yaitu KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas Rp 20.000 tahun emisi 1998.


Ki Hajar Dewantara dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang kedua oleh Presiden Soekarno pada 28 November 1959 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, 28 November 1959. Untuk mengingat jasa-jasa Ki Hajar Dewantara, didirikanlah Museum Dewantara Kirti Griya di Yogyakarta.

Previous
« Prev Post

Related Posts

18.30

0 comments:

Posting Komentar