Bahaya Tahayyul

Posted by Akkuang Blog on 5 Okt 2010

Daftar Isi [Tampil]


Umat Islam, dijanjikan menguasai dunia. Janji ini pasti terwujud, karena Allah yang menjanjikan. Masalahnya apakah janji ini akan terwujud jika akidah umat Islam masih terancam oleh tahayul dan syirik. Oleh karena itu, perlu adanya usaha dalam pemurnian akidah Islam.

Yang pertama kali diperbaiki untuk mewujudkan kebangkitan Islam adalah perbaikan akidah. Akidah harus dijaga dari sesuatu yang sifatnya tahayul dan syirik. Selain itu, dalam masalah akidah, umat Islam harus berkeyakinan bahwa Syari’ah Islam wajib diterapkan dimanapun tanpa mengenal batas batas nasionalisme.
Jika di Indonesia banyak cerita tahayul, di Arab pun juga ada kita jumpai cerita tahayul. Ada sebuah riwayat yang mengkisahkan bahwa seorang sufi As Saqothi dilayani wanita alam kubur. Pada suatu hari saudara perempuannya itu memasuki kamar Sari dan terlihatlah seorang wanita tua yang sedang menyapu. “Sari, dulu engkau tidak mengizinkan aku untuk mengurus dirimu, tetapi sekarang engkau membawa seseorang yang bukan sanak familimu.......” Sari menjawab; “Jangan engkau salah sangka. Ia adalah penduduk alam kubur. Ia pernah jatuh cinta kepadaku, tetapi kutolak. Maka ia meminta izin kepada Allah, Yang Maha Besar, untuk menyertai diriku, dan kepadanya Allah memberikan tugas untuk menyapu kamarku.” 

Tahayul juga menyertai riwayat tentang Abdul Qodir El Jelani. As Sindi mengatakan; “Banyak pula orang yang menbuat buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah kisah, perkataan perkataan, ajaran ajaran, thoriqoh yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para Sahabatnya, dan lainnya.” 

Kalangan Wahhabi juga berhujjah dengan perkataan Imam Ibnu Rajab; “Syeikh Abdel Qodir El Jelani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak syeikh, baik ulama maupun ahli zuhud. Beliau banyak memiliki keutamaan dan karomah. Tetapi ada seseorang yang bernama El Muqri’ Abul Hasen Asy Syathnufi El Mishri, alias Ali Ibnu Yusuf bin Jarer El Lakh-Mi Asy Syathnufi (640H-713H), telah berdusta atas nama Syeikh Abdel Qodir El Jelani. 

Asy Syathnufi inilah yang telah mengumpulkan kisah dan keutamaan Syeikh Abdel Qodir El Jelani dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara perkara yang aneh dan besar (kebohongannya). Cukuplah seorang itu berdusta jika ia menceritakan yang dia dengar.” 

Ini tidak jauh beda dengan di Indonesia. Di Indonesia pun banyak cerita tahayul mulai dari kisah Nyi Roro Kidul hingga Kisah Wali Songo yang di kotori dengan cerita cerita bohong didalamnya. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya masyarakat Indonesia yang tingkat pendidikannya rendah dan jarang tersentuh dakwah Islam, sehingga sangat mungkin kisah kisah tahayul ini dipercaya oleh masyarakat ini. 

Percaya tahayul adalah salah satu dari perkara bid’ah. Percaya tahayul merupakan perkara bid’ah yang paing buruk, karena dapat menyebabkan kekafiran. Bid’ah ada dua macam, yakni bid’ah perbuatan dan bid’ah akidah. Pelaku bid’ah perbuatan, termasuk golongan fasik, namun ia masih termasuk Islam. Jika bid’ah nya sudah memasuki wilayah akidah, maka pelakunya pasti kafir. 

Jadi, dalam masalah akidah, setiap Muslim wajib berpegang pada Al Qur’an dan Hadits Mutawatir. Adapun Hadits yang diriwayatkan secara ahad, maka tidak boleh digunakan dalam masalah akidah. Kita memperlakukan Hadits Ahad hanya sebatas dzon (dugaan). Konsekuensi dari definisi ini adalah dalil dalam masalah aqidah harus dibangun dan dibatasi pada dalil yang terbukti qath’i. Dalil qath’I harus memenuhi dua kriteria : yaitu qoth’I tsubut dan qath’I dilalah. Sehingga sekalipun ia adalah ayat Al-Qur’an atau hadis Mutawatir sekalipun, jika ia dzoni dilalah (memiliki lebih dari 1 makna - menurut pendapat terkuat), maka ia tidak dapat dijadilkan dalil dalam masalah aqidah. Akan tetapi materi yang terkandung didalamnya tidak boleh dingkari, tapi wajib untuk dibenarkan sesuai dengan penunjukan dalil, kalau dalil itu memberi faedah ilmu nadzari\dzan\ ghulabatudz dzon (dugaan keras) maka wajib bagi kaum muslimin untuk membenarkannya sesuai dengan apa yang ditunjukan oleh dalil tersebut, sekalipun masalah itu tidak termasuk dalam salah satu pembahasan masalah aqidah. Selain itu, dalam masalah akidah kita wajib menolak hal hal yang tidak terdapat dalam Al Qur’an dan Hadits Mutawatir. 


Sumber : - [1] Muhammad Lazuardi Al-Jawi, Studi Kritis Tentang Istilah ‘Aqidah’ - [2] Rabi’ul Akhir Bulan Wafatnya Sulthanul Awliya’ yang Diperebutkan, Alkisah No. 08/7 – 20 April 2008 - [3] Sari As-Saqati : Bertemu Bidadari dan Dilayani Wanita Alam Kubur, Alkisah No. 18/27

Previous
« Prev Post

Related Posts

16.42

0 comments:

Posting Komentar